MATERI PENGAJARAN PERTEMUAN
KESEMBILAN
AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN 1
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TANGERANG
TAHUN AKADEMIK 2011/2012
PEMBAHARUAN
ISLAM DAN PEMBERANTASAN TAKLID, BID’AH
DAN CHURAFAT
(TBC)
Gerakan-Gerakan Pembaruan
Islam di Indonesia
Ruang Lingkup
Pembaruan Islam; Akidah, Ibadah, Akhlak, dan Mu’amalah
Devinisi Taqlid, Bid’ah,
dan Churafat beserta Contohnya
Oleh : ZULPIQOR, MA
A.
PENDAHULUAN
Pembaruan
Islam merupakan suatu keharusan bagi upaya aktualisasi dan kontekstualisasi
Islam. Pembaruan Islam berarti purifikasi (pemurnian ajaran Islam) dan modernisasi,
atau suatu upaya yang dilakukan agar penafsiran keagamaan sesuai konteks
perkembangan zaman, maka dari itu pembaruan Islam memiliki dua misi ganda,
yaitu misi purifikasi, dan misi implementasi modernisasi di tengah tantangan
jaman yang semakin modern. Untuk
mewujudkan kedua tujuan di atas, maka ijtihad dapat dipandang sebagai metode pokok untuk berjalannya gerakan
pembaruan Islam (tajdid). Statemen ini tentunya tidak terlalu berlebihan karena
pada dasarnya pembaruan Islam akan bermuara kepada aktualisasi, rasionalisasi,
dan kontekstualisasi ajaran Islam di tengah kehidupan sosial, dan semua itu
memerlukan upaya ijtihad.
Berkaitan hal tersebut, maka pembaruan dalam Islam
bukan dalam hal yang menyangkut dasar atau fundamental ajaran Islam; artinya
bahwa pembaruan Islam bukanlah dimaksudkan untuk mengubah, memodifikasi,
ataupun merevisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam supaya sesuai dengan
selera jaman, melainkan lebih berkaitan dengan penafsiran atau interpretasi
terhadap ajaran-ajaran dasar agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan, serta
semangat jaman. Terkait dengan ini, maka dapat dipahami bahwa pembaruan
merupakan aktualisasi ajaran tersebut dalam perkembangan sosial.
Geliat Gerakan pembaharuan menampakkan wujudnya
setelah sekian lama sulit untuk mewujudkan gerakannya secara konkret karena
harus berbenturan dengan kultur masyarakat yang jumud, gerakannya baru sekedar
konsep-konsep pembaharuan, baru pada awal abad ke-19 secara nyata gerakan
pembaharuan Islam eksis di panggung sejarah. Dengan munculnya para Mujadid baru
yang termotivasi dengan kemajuan Barat untuk mengejar ketertinggalan umat Islam
dalam segala bidang. Kemudian di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan
dan kebangkitan Islam adalah: Pertama, paham tauhid yang dianut
kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh
tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang
membawa kepada kekufuran. Kedua, sifat jumud membuat umat
Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena
mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih
bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami
kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas
kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam
tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan
kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka
untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan. Keempat,
hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya
kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan
dengan Barat.
Tidak jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia,
keadaan Islam sangat memprihatinkan, keterbelakangan, kemiskinan dan budaya
Tahayul, Taklid, Bid’ah dan Churafat (TBC) menjadi problem sosial yang rumit
selama berabad-abad. Baru di abad ke-20 mulai tampak Gerakan Pembaharuan dari
Minang dengan Pulangnya H. Sumanik, H. Piobang dan teman-temannya, dengan
puncak pergerakan pada perang Paderi antara kaum Adat dan Kaum Muda Minang
sebagai pembawa pembaharuan di Indonesia, khususnya di Sumatera.
B.
GERAKAN-GERAKAN PEMBARUAN ISLAM DI INDONESIA
Sejak
abad ke-20, gerakan pembaruan pemikiran di dunia Islam terjadi secara massif
(besar-besaran) dengan munculnya tokoh-tokoh Muslim ataupun organisasi
terkemuka di berbagai negara, seperti Mesir, Iran, Pakistan (India), dan
Indonesia. Gagasan pembaruan tersebut dimunculkan melalui istilah dan
aksentuasi yang berbeda, antara lain tajdid (renewal, pembaruan) dan ishlah
(reform, reformasi), baik yang bertendensi puritanistik dari segi ajaran maupun
revivalistik dari segi politik.
Ide-ide
pembaharuan terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di
Indonesia. Menilik latar belakang kehidupan sebagian tokoh-tokohnya, sangat
mungkin diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di Indonesia sedikit banyak
dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari luar Indonesia. Seperti misalnya
Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Ahmad Surkati (Al-Irshad), Zamzam (Persis), yang
ketiganya sempat menimba ilmu di Mekkah dan berkesempatan untuk dapat
berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam dari Mesir. Tokoh lainnya seperti
Tjokroaminoto (Sarekat Islam) juga dikenal menggali inspirasi gerakannya dari
ide-ide pembaharuan Islam di anak benua India. Sekalipun demikian, Karel
Steenbrink menyatakan keraguannya pada adanya pengaruh pemikiran Muhammad
Abduh kedalam konstruk gerakan Islam Indonesia modern.
Adapun gerakan-gerakan pembaharuan Islam di Indonesia
berserta pendirinya, diantaranya adalah:
1.
Mathla’ul Anwar (MA) didirikan oleh KH. M. Yasin
2.
Syarikat Dagang Islam (SDI) didirikan oleh KH. HOS
Cokroaminoto
3.
Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan
4.
Persatuan Islam (Persis) didirikan oleh KH. Ahmad Hasan
5.
Nahdatul Ulama didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari
C.
RUANG LINGKUP PEMBARUAN; AKIDAH, IBADAH, AKHLAK,
MU’AMALAH
D.
DEVINISI TAQLID, BID’AH, DAN CHURAFAT BESERTA CONTOHNYA
1. Taqlid
Taqlid secara bahasa bermakna
mengikatkan sesuatu di leher. Jadi orang yang taqlid kepada seorang tokoh,
ibarat diberi tali yang mengikat lehernya untuk ditarik seakan-akan hewan
ternak.
Sedangkan menurut istilah, taqlid
artinya beramal dengan pendapat seseorang atau golongan tanpa didasari oleh
dalil atau hujjah yang jelas. Dari pengertian
ini, jelaslah bahwa taqlid bukanlah ilmu dan ini hanyalah kebiasaan orang yang
awam (tidak berilmu) dan jahil. Dan Allah subhanahu wa ta’ala telah mencela
sikap taqlid ini dalam beberapa tempat dalam Al Qur’an. Firman Allah subhanahu
wa ta’ala:
Atau Adakah kami memberikan sebuah Kitab kepada
mereka sebelum Al Quran, lalu mereka berpegang dengan Kitab itu ? (QS. Az-Zukhruf : 21)
Bahkan
mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut
suatu agama, dan Sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti)
jejak mereka".
(QS. Az-Zukhruf
: 22)
Dan
Demikianlah, kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun
dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu
agama dan Sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka". (QS.
Az-Zukhruf : 23)
(rasul itu) berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga)
sekalipun Aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk
daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?" mereka menjawab:
"Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk
menyampaikannya." (QS. Az-Zukhruf : 24)
Maka
kami binasakan mereka Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan itu.
(QS. Az-Zukhruf : 25)
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah
sebagaimana dinukil oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah, mengatakan:
“Ayat-ayat
ini adalah dalil terbesar tentang batil dan jeleknya taqlid. Karena
sesungguhnya orang-orang yang taqlid ini, mengamalkan ajaran agama mereka
hanyalah dengan pendapat para pendahulu mereka yang diwarisi secara turun
temurun. Dan apabila datang seorang juru dakwah yang mengajak mereka keluar
dari kesesatan, kembali kepada al-haq, atau menjauhkan mereka dari kebid’ahan
yang mereka yakini dan warisi dari para pendahulu mereka itu tanpa didasari
dalil yang jelas –hanya berdasarkan katanya dan katanya-, mereka mengatakan
kalimat yang sama dengan orang-orang yang biasa bermewah-mewah: ‘Sesungguhnya
kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami
adalah pengikut jejak-jejak mereka.’ Atau ungkapan lain yang semakna dengan
ini.”
1.
Bid’ah
Pengertian bid’ah yang dinilai Nabi
sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai kesesatan dalam agama. Para ahli telah
banyak mendefisinikan arti atau makna bid’ah meskipun terjadi perbedaan
lafalnya yang kemudian menyebabkan perbedaan cakupan pada bagian-bagian
pengertian bid’ah tersebut, tetapi tujuan akhir dari pengertian bid’ah tersebut
adalah sama. Jika di tinjau dari sudut pandang bahasa, bid’ah adalah diambil
dari kata bida’ yaitu al
ikhtira ‘/mengadakan sesuatu tanpa adanya contoh sebelumnya. Seperti yang
termaktub dalam Kitab Shahih Muslim bi Syarah Imam Nawawi dijelaskan sebagai
berikut:
“Dan yang dimaksud bid’ah, berkata ahli
bahasa, dia ialah segala sesuatu amalan tanpa contoh yang terlebih dahulu”[1]
Sedangkan
jika ditujukan dalam hal ibadah pengertian-pengertian bid’ah tersebut
diantaranya:
“Bid’ah
adalah suatu jalan yang
diada-adakan dalam agama yang dimaksudkan untuk ta’abudi, bertentangan dengan
al Kitab (al qur`an), As Sunnah dan ijma’ umat terdahulu“
Bid’ah adalah kebalikannya dari
sunnah, dan dia itu apa-apa yang bertentangan dengan al qur`an, as sunnah, dan
ijma’ umat terdahulu, baik keyakinnanya atau peribadahannya, atau dia itu
bermakna lebih umum yaitu apa-apa yang tidak di syari’atkan Allah dalam
agama…maka segala dari sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allah maka yang
demikian adalah bid’ah.
Bid’ah dalam syari’ah adalah apa yang diada-adakan
yang tidak ada perintah Rasulullah shalallahu ta’ala ‘alaihi sallam.
Dan dari
al Harawi bahwa bid’ah ialah pendapat pikiran yang
tidak ada padanya dari kitab (al Qur`an) dan as Sunnah.
Ibnu Hajar al As Qalani dalam
Fathul Bari menjelaskan, “Dan yang dimaksud dengan
sabdanya “Setiap bid’ah adalah sesat” yakni apa yang diadakan dan tanpa dalil
padanya dari syari’at baik dengan jalan khusus maupun umum”
Menurut Ibnu Taimiyah: ‘ Bid’ah dalam agama ialah sesuatu yang tidak
disyari’atkan oleh Allah dan rasul-Nya yaitu tidak diperintahkan dengan
perintah wajib atau perintah sunnah. Adapun yang diperintahkan dengan perintah
wajib dan sunnah serta diketahui perintah-perintah tersebut dengan dalil-dalil
syar’i, maka hal itu termasuk yang disyari’atkan oleh Allah, meskipun terjadi
perselisihan diantara ulama di beberapa masalah dan sama saja, baik hal itu
sudah diamalkan pada masa Rasulullah atau tidak.’
Menurut As-Syahtibi: ‘ Bid’ah adalah suatu cara di dalam agama yang
diada-adakan (baru) menyerupai agama dan dimaksudkan dalam melakukannya untuk
bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah ta’ala.
Menurut Ibnu Rajab: ‘ Yang
dimaksudkan dengan bid’ah adalah sesuatu yang diadakan tanpa ada dasarnya di
dalam syari’at. Adapun suatu yang ada dasarnya dalam syara’, maka bukan bid’ah
meskipun dikatakan bid’ah menurut bahasa.’
Menurut As-Suyuti: ‘ Bid’ah ialah
suatu ungkapan tentang perbuatan yang bertentangan dengan syari’at karena
menyelisihinya atau perbuatan yang menjadikan adanya penambahan dan pengurangan
syari’at. ‘
Contoh-contoh Bid’ah
1. Praktek Bid’ah Mempersulit Agama dan
menghilangkan sifat kemudahannya. Agama Islam
datang dengan sifat mudah dilaksanakan, kemudian orang-orang yang membuat
praktek bid’ah mengubah sifat mudah itu menjadi susah dan berat. Misalnya:
Redaksi shalawat yang paling afdhal adalah shalawat yang biasa kita baca ketika
Tashawud akhir. Berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk membaca shalawat
dengan redaksi tadi, Mungkin hanya 1/4 atau 1/2 menit. Namun banyak orang yang
mengarang dan membuat redaksi-redaksi shalawat baru kepada Nabi sholallahu
‘alaihi wasallam yang tidak diperintahkan oleh Allah Swt.
2. Bid’ah dalam agama mematikan sunnah. Jika
seseorang mencurahkan energinya untuk melaksanakan perbuatan bid’ah, niscaya
energinya untuk menjalankan Sunnah menjadi berkurang karena kemampuan manusia
terbatas. Sebagai contoh dalam sebuah majlis dzikir yang dipimpin oleh
seseorang kemudian didalamnya seseorang tersebut memerintahkan kepada
pengikutnya untuk membaca misalnya Alfatihah 100X, Al Ikhlas 111 X, Annas 111
X, dan Al falaq 111 X dan sebagainya, dengan tujuan yang tidak jelas dapat ilmunya
dari mana akan tetapi ia berani mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk
taqarrub kepada Allah, bahkan terlebih parah lagi jikalau untuk sesuatu yang
bersifat magic seperti untuk ilmu kebatinan, kekebalan dan lain sebagainya. Dan
jelaslah bahwa bid’ah itu dapat menguras energinya sehingga sunnah yang berasal
dari Rasulnya tidak terpelajari karena waktu habis terkuras dengan
bacaan-bacaan yang bukan di syari’atkan oleh Allah dan Rasul-nya. Apakah lebih
baik jika kita membuka dan mempelajari Al Quran/tafsirnya dan Kitab-kitab
hadist.
3. Bid’ah dalam agama membuat manusia tidak kreatif
dalam urusan-urusan keduniawian. Generasi Islam
yang pertama banyak menelurkan kreativitas dalam bidang-bidang duniawi dan
mempelopori banyak hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ilmu-ilmu Islam
yang dihasilkan pada saat itu seperti ilmu alam, matematika, astronomi dan
lain-lain menjadi ilmu yg dipelajari dunia dan masyarakat dunia belajar tentang
ilmu-ilmu itu dari kaum muslimin. Mayoritas yang melatar belakangi generasi
Islam pertama ini menggeluti dan mengembangkan ilmu-ilmu tadi adalah motif
agama. Misalnya: Al-Khawarizmi menciptakan ilmu aljabar salah satunya untuk
menyelesaikan masalah2 tertentu dalam bidang wasiat dan warisan. Karena
sebagian darinya memerlukan hitungan-hitungan matematika. Kelihatan bahwa dalam
bidang agama mereka semata berpegang pada nash dan Al-Qur’an sedang dalam
bidang kehidupan mereka berkreasi.
3.
Churafat
Pengertian Churafat dalam Islam merupakan cerita
rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran., pantangan, adat istiadat,
ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran
Islam. Berdasarkan keterangan di atas, Churafat mencakup cerita dan
perbuatan yang direkayasa,bersifat menyesatkan dan dusta.
Di antara faktor-faktor yang mendorong berlakunya Churafat
ialah :
a.
Mudah mempercayai benda-benda tahyul
b.
Kecetekan ilmu agama
c.
Terpengaruh dengan kelebihan seseorang
atau sesuatu benda
Manakala jalan penyelesiannya ialah setiap umat
Islam hendaklah mendalami ilmu agama sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis
nabi S.A.W yang bermaksud :
"Aku telah
tinggalkan kamu 2 perkara selama mana kamu berpegang teguh dengannya, tidak
akan sesat selama-lamanya ia itu al-Quran dan sunnahku"
Akidah Islam adalah salah satu cabang ilmu Islam yang penting dalam
kehidupan setiap umat karena ilmu ini berkaitan keimanan dan kepercayaan kepada
Allah. Selain itu, ilmu akidah termasuk ilmu fardu ain yang wajib dituntut dan
dipelajari. Biarpun konsep akidah Islam mudah difahami dan dihayati, masih banyak
umat Islam yang terpengaruh dengan kepercayaan Churafat yang diwarisi
turun-temurun dari nenek moyang terdahulu.
Amalan Churafat adalah bertentangan dengan akidah
Islam sekaligus menyesatkan iman seseorang atau menyebabkan syirik kepada
Allah, yaitu salah satu dosa yang tidak diampuni Allah.
Firman Allah yang bermaksud:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang
besar. (Q.S. An-Nissa: 48)
Oleh demikian, setiap Muslim wajib berhati-hati
ketika menjalani kehidupan global supaya tidak mudah terjerumus ke arah Churafat
dengan cara memperkokoh ilmu akidah selain itu
mengenal pasti ciri amalan Churafat.
Ciri-ciri
amalan dan kepercayaan Churafat, ia tidak bersumberkan atas syariat yang ada
pada al-Quran maupun hadist; cerita rekaan, dongeng, khayalan atau kepercayaan
adat, berdasarkan kepada kepercayaan
nenek moyang dan adat yang berbaur dengan Islam, berbentuk pemujaan dan
permohonan kepada makhluk halus untuk tujuan memudaratkan dan keluar dari
akidah Islam,mempercayai objek tertentu seperti kuburan, pohon dan sebagainya
untuk tujuan tertentu dan ada unsur negatif pada akidah dan syariat Islam.
Demikianlah cirri-ciri amalan dan kepercayaan Churafat
jika pelajari secara mendalam, memang banyak yang masih dijalankan dalam
masyarakat Islam masa kini. Bahkan, ia masih melekat dalam tradisi dan
kepercayaan umat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya:
- Kepercayaan kepada banda keramat seperti kubur, patok kayu atau batu nisan yang kononnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, memuja objek tertentu, roh nenek moyang, kuburan keramat dan sebagainya.
- Kepercayaan kepada kesialan seperti adat mandi Safar, adat mandi membuang sial, bunyi burung hantu pada waktu malam dan nomor sial seperti nomor empat.
- Masih adanya orang Islam yang memohon bantuan dari jin seperti: adat memuja kampung, adat pencucian keris dan sebagainya.
- Petani dan nelayan yang masih percaya kepada bertambah dan berkurangannya rezeki sehingga ada yang memuja semangat padi seperti bersemah dan membuang tumbal di sungai atau laut (nelayan).
- Orang Melayu pada dasarnya kaya dengan warisan pantangan/larangan yang sebagiannya jelas bertentangan syariat Islam seperti: anak gadis duduk di depan pintu yang dikhawatirkan akan sulit mendapat jodoh, tidak boleh keluar rumah ketika magrib dan adat melenggang perut.
Itulah
antara kepercayaan serta amalan Churafat yang masih nyata dan berakar umbi
dalam setiap sendi masyarakat Islam. Justru, Islam sebagai agama menitik
beratkan aspek akidah dan syariah menjelaskan bahawa segala amalan, adat,
kepercayaan, perkataan dan perbuatan tidak berdasarkan Al-Quran, hadist, ijmak
ulama dan Qias dilarang sama sekali.
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "barang siapa yang
mengada-adakan sesuatu perkara dalam agama kami, yang tidak termasuk dalam
ajaran Islam yang suci, maka apa yang diamalkan itu tertolak (tidak diterima
amalan berkenaan oleh Allah dan tidak diberikan pahala)." (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)
Dalam bab
akidah Islam, setiap Muslim hanya wajib beriman dan percaya kepada Allah Yang
Maha Berkuasa Mutlak menguasai dan mentadbir alam semesta terbentang luas ini.
Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah Yang Maha Esa. Ini bermakna
kepercayaan kepada benda yang dijadikan keramat yang dipercayai mempunyai kuasa
selain daripada Allah, bertentangan dengan konsep kepercayaan tauhid kepada
Allah. Selain itu, kepercayaan kepada sial juga menjelaskan akidah seseorang
dan Rasulullah SAW melarang keras perbuatan itu melalui sabdanya yang
bermaksud: "Bukan dari golongan kami barang siapa yang merasa sial atau meminta
diramalkan kesialannya, diramal nasib atau minta diramal nasibkan, menyihir
atau minta disihirkan." (Hadis riwayat
Tabrani)
Amalan
memuja jin dan memohon pertolongan darinya seperti lazim dilakukan oleh bomoh
dan dukun adalah perbuatan syirik. Begitu juga bersahabat dan menggunakan jin
seperti tukang sihir dan peramal. Oleh karena itu, setiap Muslim wajib
mendalami ilmu akidah untuk memelihara kesucian akidah, kepercayaan, perkataan
dan perbuatannya dari amalan Churafat yang menyesatkan.
Ilmu
akidah Islam adalah perisai utama yang dapat menyelamatkan seseorang Muslim
dari lembah kesesatan dan yang akan memimpinnya ke arah keridhoan Illahi serta
kesejahteraan hidup dunia akhirat.
Allah berfirman
bermaksud:
وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ
اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ
الظَّالِمِينَ
"Dan janganlah engkau menyembah atau memuja yang lain dari Allah,
yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepadamu dan juga tidak mendatangkan
mudarat kepadamu. Sekiranya engkau mengerjakan yang demikian, maka jadilah
engkau orang yang berlaku zalim (terhadap diri sendiri dengan perbuatan syirik
itu)." (Surah Yunus, ayat 106)
Rasulullah SAW bersabda maksudnya: "Barang siapa yang menemui tukang
tilik dan menanyakan sesuatu kepadanya, lalu terus percaya terhadap apa yang
dikatakannya, maka dia telah mengkufurkan apa yang telah diturunkan kepada Nabi
Muhammad." (Hadis riwayat Ahmad dan Hakim)
Islam
melarang keras amalan Churafat baik itu melalui perkataan, perbuatan, adat
maupun kepercayaan yang tidak sesuai dengan konsep akidah Islam. Amalan Churafat
dapat membawa kepada syirik yang sudah tentu menyasatkan akidah seseorang
Muslim selain itu mengakibatkan dosa
yang tidak terampuni Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar