Kamis, 22 Maret 2012

MATERI 8 ; PROSES KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA


MATERI PENGAJARAN PERTEMUAN KEDELAPAN
AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN 1

PROSES KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA
Masuknya Islam Ke Indonesia Pada Abad ke-VII M,
Kondisi dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan di Indonesia,
Munculnya Pemukiman-Pemukiman Muslim di Kota-Kota Pesisir,
Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia
Oleh : ZULPIQOR, MA

A.    Pendahuluan
Pada tahun 1963 M diselenggarakan seminar ilmiyah di kota Medan, Indonesia, untuk membicarakan tentang masuknya Islam ke Indonesia. Seminar tersebut menghasilkan hal-hal sebagai berikut :
  1. Pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1H/7M langsung dari negeri Arab.
  2. Daerah yang pertama kali dimasuki Islam adalah pesisir Sumatera Utara. Setelah itu masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Aceh.
  3. Para dai yang pertama, mayoritas adalah pedagang. Pada saat itu dakwah disebarkan dengan damai.
Berdasarkan sumber-sumber historis, kita dapat menemukan berbagai teori tentang masuk dan penyebaran Islam di Indonesia. Teori-teori tersebut juga sangat beragam mulai teori Gujarat, Persia, dan Arab.

1.      Teori Gujarat
Menurut teori ini, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 12 dan dibawa oleh para pedagang dari wilayah-wilayah dari anak benua India seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar. Tokoh-tokoh yang mendukung teori ini antara lain Snouck Hurgronje, Pijnappel, dan Sucipto Wiryo Suparto.
Dalam L’arabie et les Indes Neerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut didasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada dalam Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan, teorinya didukung dengan hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah Nusantara dengan daratan India.
Menurut Snouck Hurgronje, Islam masuk dari daerah Deccan di India. Hal ini dibuktikan bahwa ajaran tasawuf yang di praktikan oleh muslimin India selatan mirip dengan ajaran masyarakat muslim di Indonesia.
Bukti-bukti yang diajukan oleh Sucipto Wiryo Suparto untuk memperkuat dugaan bahawa Islam masuk dari Gujarat antara lain sebagai berikut.
1)    Ditemukan nisan Sultan Malik as-Saleh yang terbuat dari marmer sejenis dengan dengan nisan yang ada di India pada abad 13.
2)      Relief dalam makam Sultan as-Saleh mirip dengan yang ada di kuil Cambay, India.
3)      Proses Islamisasi mengikuti jalur perdagangan rempah-rempah yang berpusat di India.

Dalam perkembangannya, teori Gujarat ini banyak di tentang oleh para ahli karena mengandung beberapa kelemahan.

2.      Teori Persia
Teori ini menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari tanah Persia (Iran), sedangkan daerah yang pertama kali dijamah adalah Samudera Pasai. Salah seorang pendukung teori ini adalah Oemar Amin Hoesin.
Teori ini berdasarkan kepada kesamaan budaya yang dimiliki oleh kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Salah satu contohnya adalah kesamaan dalam peristiwa peringatan 10 Muharam sebagai peringatan wafatnya Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Untuk peringatan yang samam di daerah Sumatra ada juga tradisi yang bernama Tabut yang berarti keranda.

3.      Teori Arab
Teori ini menjelaskan bahwa masuknya Islam ke Indonesia langsung dari Mekkah atau Madinah pada abad ke 7. Pendukung teori ini antara lain Hamka. Bahkan, menurut Ahmad Mansyur Suryanegara, Islam masuk ke Nusantara dibawa oleh orang-orang Arab Islam generasi pertama atau para sahabat pada masa Khulafaur Rasyidin.
Pada tahun 1963 M diselenggarakan seminar ilmiyah di kota Medan, Indonesia, untuk membicarakan tentang masuknya Islam ke Indonesia. Teori-teori yang kita bahas di atas tak luput dari pembicaraan pada seminar tersebut, yang pada akhir / kesimpulan seminar tersebut menghasilkan hal-hal sebagai berikut :
1)      Pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1H/7M langsung dari negeri Arab.
2)      Daerah yang pertama kali dimasuki Islam adalah pesisir Sumatera Utara. Setelah itu masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Aceh
3)      Para Da’i yang pertama, mayoritas adalah pedagang. Pada saat itu dakwah disebarkan dengan damai.

Dengan demikian pada pembahasan materi ini penulis akan sedikit menguraikan tentang bagaimana kedatangan Islam ke Indonesia.

B.     Masuknya Islam ke Indonesia pada Abad ke-VII M.
Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka, sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, buah pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku, dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual pada pedagang asing.
Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India sudah sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke- 7M (abad 1 H). Menurut J.C Van Leur, berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat diperkirakan bahwa sejak 674 M ada koloni-koloni Arab di barat laut Sumatera, yaitu di Barus, daerah penghasil kapur Barus terkenal. Dari berita Cina, diketahui bahwa di masa Dinasti Tang (abad ke 9-10). Orang-orang Ta-shin sudah ada dikanton (Kan-fu) dan Sumatera. Ta-shin adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia , yang ketika itu jelas sudah mejadi muslim.
Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat Internasional antara negeri-negeri di Asia bagian Barat dan Timur mungkin disebakan oleh kerajaan Islam. Akan tetapi belum ada bukti bahwa pribumi Indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagang muslim itu yang beragama Islam. Baru pada zaman-zaman berikutnya penduduk kepulauan ini, tentu bermula dari penduduk pribumi di koloni –koloni pedagang muslim itu. Sumber sejarahya Shahih yang memberikan kesaksian sejarah yang dipertanggung jawabkan tentang berkembangnya masyarakat Islam di Indonesia, baik berupa prasasti dan historiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika “komonitas Islam“ berubah menjadi kekuasaan. Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan itu.
Dari data-data ilmiyah dari berbagai sumber tersebut tentang masuknya Islam ke Indonesia dapatlah disimpulkan bahwa perkembangan agama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu :
Fase pertama,  Singgahnya pedagang Islam di pelabuhan – pelabuhan  Nusantara, sumbernya    adalah   berita    luar  Negeri terutama Cina.
Fase kedua, Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia sumbernya di samping berita-berita asing,  juga makam-makam Islam dan
Fase ketiga, Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.

C.    Kondisi dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan di Indonesia
Masuknya Islam ke daerah - daerah di Indonesia tidak dalam waktu yang bersamaan. Pada saat itu, keadaan sosial politik dan budaya daerah ketika didatangi Islam juga berlainan. Pada abad ke-7 sampai ke-10 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Kerajaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi orang-orang muslim di wilayah kekuasaannya. Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12 M. Pada abad akhir ke-12M, kerajaan Sriwijaya mulai memasuki masa kemundurannya. Kemunduran politik dan Ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh usaha - usaha kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh pedagang-pedagang muslim untuk mendapatkan keuntungan- keuntungan politik dan perdagangan. Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak Islam yaitu kerajaan Samudra Pasai di pesisir Timur Luat Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses islamisasi tentu berjalan di sana sejak abad tersebut. Kerajaan Samudera Pasai dengan segera berkembang baik dalam bidang politik maupun perdagangan. Karena kekacauan-kekacauan dalam negeri sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana, kerajaan Singasari, juga pelanjutnya, Majapahit, tidak mampu mengontrol daerah Melayu dan Selat Maluku dengan baik, sehingga Kerajaan Samudera Pasai dan Maluku dapat berkembang dan mencapai puncak kekuasaannya hingga abad ke-16 M.
Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab.
Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda.

D.    Munculnya Pemukiman-Pemukiman Muslim di Kota-Kota Pesisir
1)      Pemukiman Muslim di Pulau Sumatera
Sumber-sumber literatur Cina menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim.
Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah Nusantara. Seperti pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton. Tentu saja, tak hanya ke negeri Cina perjalanan dilakukan. Beberapa catatan menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang lebih kita kenal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima karena zaman itu adalah masa-masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi yang akan menuju ke Cina tanpa melawat terlebih dulu ke Sriwijaya.
Selain Sabaj atau Sribuza atau juga Sriwijaya disebut-sebut telah dijamah oleh dakwah Islam, daerah-daerah lain di Pulau Sumatera seperti Aceh dan Minangkabau menjadi lahan dakwah. Bahkan di Minangkabau ada tambo yang mengisahkan tentang alam Minangkabau yang tercipta dari Nur Muhammad. Ini adalah salah satu jejak Islam yang berakar sejak mula masuk ke Nusantara. Di saat-saat itulah, Islam telah memainkan peran penting di ujung Pulau Sumatera. Kerajaan Samudera Pasai-Aceh menjadi kerajaan Islam pertama yang dikenal dalam sejarah.

2)      Pemukiman Muslim di Pulau Jawa
Selain di Pulau Sumatera, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang bersamaan di Pulau Jawa. Prof. Hamka dalam Sejarah Umat Islam mengungkapkan, pada tahun 674 sampai 675 masehi duta dari orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina yang tak lain adalah sahabat Rasulullah sendiri Muawiyah bin Abu Sofyan, diam-diam meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Ekspedisi ini mendatangi Kerajaan Kalingga dan melakukan pengamatan. Maka, bisa dibilang Islam merambah tanah Jawa pada abad awal perhitungan hijriah. Jika demikian, maka tak heran pula jika tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar dengan Kerajaan Giri, Demak, Pajang, Mataram, bahkan hingga Banten dan Cirebon.
Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh Wali Songo atau Sembilan Wali adalah rangkaian kerja sejak kegiatan observasi yang pernah dilakukan oleh sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan. Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sangatlah tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kerajaan. Kerajaan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal memang adalah Kerajaan Demak. Namun, keberadaan Giri tak bisa dilepaskan dari sejarah kekuasaan Islam tanah Jawa.
Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama aslinya Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di daerah Giri, Gresik, Jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kerajaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini pula dihasilkan pendakwah-pendakwah yang kelah dikirim ke Nusatenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya.

3)      Pemukiman Muslim di Pulau Kalimantan
Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu. Di pulau ini, para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.

4)      Pemukiman Muslim di Pulau Sulawesi
Celebes atau Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribunegeri di Makassar. Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.
5)      Pemukiman Muslim di Pulau Maluku
Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.

6)      Pemukiman Muslim di Pulau Papua
Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau Papua menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala suku di wilayah Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Pulau Papua memeluk Islam. Namun, dibanding wilayah lain, perkembangan Islam di pulau hitam ini bisa dibilang tak terlalu besar.

7)      Pemukiman Muslim di Nusa Tenggara
Islam masuk ke wilayah Nusa Tenggara bisa dibilang sejak awal abad ke-16. Hubungan Sumbawa yang baik dengan Kerajaan Makassar membuat Islam turut berlayar pula ke Nusa Tenggara. Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah para Muslim sejak mula. Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis.

E.     Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia
Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat umumnya dilakukan secara damai. Apabila situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan merebutkan kekuasaan dikalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasanya melancarkan perang terhadap kerajaan non Islam. Hal itu bukanlah karena persoalan agama tetapi karena dorongan politik untuk menguasai kerajaan-kerajaan disekitarnya. Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran - saluran Islamisasi yang berkembang ada 6 yaitu :
1. Saluran Perdagangan
Pada taraf permukaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Saluran islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagang-pedagang muslim     ( Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri - negeri bagian barat, Tenggara dan Timur Benua Asia.

2. Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari pada penduduk pribumi. Sehingga penduduk pribumi, terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri-isteri saudagar itu. Sebelum kawin, mereka di Islamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, keturunan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Islam.

3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang mengawini puteri-puteri bangsawan setempat dengan tasawuf “ bentuk “ Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima.

4. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kyai- kyai dan ulama- ulama dipesantren atau pondok itu. Calon ulama, guru agama dan kyai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang kekampung masing-masing atau berdakwah ketempat tertentu untuk mengajarkan tentang Islam.

5. Saluran Kesenian
Saluran islamisasi malalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Sebagaian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita mahaberata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisikan ajaran dan nama - nama pahlawan Islam, kesenian- kesenian lain juga dijadikan alat islamisasi seperti sastera (Hikayat, Babat dan Sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.

6. Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Disamping itu, baik Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan nonislam. Kemenangan kerajaan Islam serta politik banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.












DAFTAR PUSTAKA


Buku Bacaan
Al – Usairy, Ahmad. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam hingga abad XX.
Dhiya’ , Muhammad. Al Islam fi Indonesia.
Dr. Yatim, Badri M.A. Sejarah Peradaban Islam.
Umatin, Nur Khoiro dan Khabib Basori. 2010. Pendidikan Agama Islam untuk SMA/MA. Klaten: Intan Prawira

Internet
Al-Farisi, Rudi Arlan. Sejarah Kedatangan Islam di Indonesia. www.spistai.blogspot.com. 2009
Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia.www. siap-sekolah.com.

MATERI 9 ; PEMBAHARUAN ISLAM DAN PEMBERANTASAN TAKLID, BID’AH DAN CHURAFAT (TBC)

MATERI PENGAJARAN PERTEMUAN KESEMBILAN
AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN 1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TAHUN AKADEMIK 2011/2012

PEMBAHARUAN ISLAM DAN PEMBERANTASAN TAKLID, BID’AH
DAN CHURAFAT (TBC)
Gerakan-Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia
Ruang Lingkup Pembaruan Islam; Akidah, Ibadah, Akhlak, dan Mu’amalah
Devinisi Taqlid, Bid’ah, dan Churafat beserta Contohnya
Oleh : ZULPIQOR, MA


A.    PENDAHULUAN
Pembaruan Islam merupakan suatu keharusan bagi upaya aktualisasi dan kontekstualisasi Islam. Pembaruan Islam berarti purifikasi (pemurnian ajaran Islam) dan modernisasi, atau suatu upaya yang dilakukan agar penafsiran keagamaan sesuai konteks perkembangan zaman, maka dari itu pembaruan Islam memiliki dua misi ganda, yaitu misi purifikasi, dan misi implementasi modernisasi di tengah tantangan jaman yang semakin modern. Untuk mewujudkan kedua tujuan di atas, maka ijtihad dapat dipandang sebagai metode pokok untuk berjalannya gerakan pembaruan Islam (tajdid). Statemen ini tentunya tidak terlalu berlebihan karena pada dasarnya pembaruan Islam akan bermuara kepada aktualisasi, rasionalisasi, dan kontekstualisasi ajaran Islam di tengah kehidupan sosial, dan semua itu memerlukan upaya ijtihad.
Berkaitan hal tersebut, maka pembaruan dalam Islam bukan dalam hal yang menyangkut dasar atau fundamental ajaran Islam; artinya bahwa pembaruan Islam bukanlah dimaksudkan untuk mengubah, memodifikasi, ataupun merevisi nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam supaya sesuai dengan selera jaman, melainkan lebih berkaitan dengan penafsiran atau interpretasi terhadap ajaran-ajaran dasar agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan, serta semangat jaman. Terkait dengan ini, maka dapat dipahami bahwa pembaruan merupakan aktualisasi ajaran tersebut dalam perkembangan sosial.
Geliat Gerakan pembaharuan menampakkan wujudnya setelah sekian lama sulit untuk mewujudkan gerakannya secara konkret karena harus berbenturan dengan kultur masyarakat yang jumud, gerakannya baru sekedar konsep-konsep pembaharuan, baru pada awal abad ke-19 secara nyata gerakan pembaharuan Islam eksis di panggung sejarah. Dengan munculnya para Mujadid baru yang termotivasi dengan kemajuan Barat untuk mengejar ketertinggalan umat Islam dalam segala bidang. Kemudian di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah: Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran. Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan pembaharuan. Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat.
Tidak jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia, keadaan Islam sangat memprihatinkan, keterbelakangan, kemiskinan dan budaya Tahayul, Taklid, Bid’ah dan Churafat (TBC) menjadi problem sosial yang rumit selama berabad-abad. Baru di abad ke-20 mulai tampak Gerakan Pembaharuan dari Minang dengan Pulangnya H. Sumanik, H. Piobang dan teman-temannya, dengan puncak pergerakan pada perang Paderi antara kaum Adat dan Kaum Muda Minang sebagai pembawa pembaharuan di Indonesia, khususnya di Sumatera.

B.     GERAKAN-GERAKAN PEMBARUAN ISLAM DI INDONESIA
Sejak abad ke-20, gerakan pembaruan pemikiran di dunia Islam terjadi secara massif (besar-besaran) dengan munculnya tokoh-tokoh Muslim ataupun organisasi terkemuka di berbagai negara, seperti Mesir, Iran, Pakistan (India), dan Indonesia. Gagasan pembaruan tersebut dimunculkan melalui istilah dan aksentuasi yang berbeda, antara lain tajdid (renewal, pembaruan) dan ishlah (reform, reformasi), baik yang bertendensi puritanistik dari segi ajaran maupun revivalistik dari segi politik.
Ide-ide pembaharuan terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Menilik latar belakang kehidupan sebagian tokoh-tokohnya, sangat mungkin diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari luar Indonesia. Seperti misalnya Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), Ahmad Surkati (Al-Irshad), Zamzam (Persis), yang ketiganya sempat menimba ilmu di Mekkah dan berkesempatan untuk dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam dari Mesir. Tokoh lainnya seperti Tjokroaminoto (Sarekat Islam) juga dikenal menggali inspirasi gerakannya dari ide-ide pembaharuan Islam di anak benua India. Sekalipun demikian, Karel Steenbrink menyatakan keraguannya pada adanya pengaruh pemikiran Muhammad Abduh kedalam konstruk gerakan Islam Indonesia modern.

Adapun gerakan-gerakan pembaharuan Islam di Indonesia berserta pendirinya, diantaranya adalah:
1.      Mathla’ul Anwar (MA) didirikan oleh KH. M. Yasin
2.      Syarikat Dagang Islam (SDI) didirikan oleh KH. HOS Cokroaminoto
3.      Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan
4.      Persatuan Islam (Persis) didirikan oleh KH. Ahmad Hasan
5.      Nahdatul Ulama didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari

C.     RUANG LINGKUP PEMBARUAN; AKIDAH, IBADAH, AKHLAK, MU’AMALAH


D.    DEVINISI TAQLID, BID’AH, DAN CHURAFAT BESERTA CONTOHNYA
1.    Taqlid
Taqlid secara bahasa bermakna mengikatkan sesuatu di leher. Jadi orang yang taqlid kepada seorang tokoh, ibarat diberi tali yang mengikat lehernya untuk ditarik seakan-akan hewan ternak.
Sedangkan menurut istilah, taqlid artinya beramal dengan pendapat seseorang atau golongan tanpa didasari oleh dalil atau hujjah yang jelas. Dari pengertian ini, jelaslah bahwa taqlid bukanlah ilmu dan ini hanyalah kebiasaan orang yang awam (tidak berilmu) dan jahil. Dan Allah subhanahu wa ta’ala telah mencela sikap taqlid ini dalam beberapa tempat dalam Al Qur’an. Firman Allah subhanahu wa ta’ala:

Atau Adakah kami memberikan sebuah Kitab kepada mereka sebelum Al Quran, lalu mereka berpegang dengan Kitab itu ? (QS. Az-Zukhruf : 21)

Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan Sesungguhnya kami orang-orang   yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka".                             
(QS. Az-Zukhruf : 22)

Dan Demikianlah, kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan Sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka". (QS. Az-Zukhruf : 23)

(rasul itu) berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun Aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?" mereka menjawab: "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya." (QS. Az-Zukhruf : 24)

Maka kami binasakan mereka Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu. (QS. Az-Zukhruf : 25)

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah sebagaimana dinukil oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah, mengatakan:
“Ayat-ayat ini adalah dalil terbesar tentang batil dan jeleknya taqlid. Karena sesungguhnya orang-orang yang taqlid ini, mengamalkan ajaran agama mereka hanyalah dengan pendapat para pendahulu mereka yang diwarisi secara turun temurun. Dan apabila datang seorang juru dakwah yang mengajak mereka keluar dari kesesatan, kembali kepada al-haq, atau menjauhkan mereka dari kebid’ahan yang mereka yakini dan warisi dari para pendahulu mereka itu tanpa didasari dalil yang jelas –hanya berdasarkan katanya dan katanya-, mereka mengatakan kalimat yang sama dengan orang-orang yang biasa bermewah-mewah: ‘Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.’ Atau ungkapan lain yang semakna dengan ini.”

1.    Bid’ah
Pengertian bid’ah yang dinilai Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai kesesatan dalam agama. Para ahli telah banyak mendefisinikan arti atau makna bid’ah meskipun terjadi perbedaan lafalnya yang kemudian menyebabkan perbedaan cakupan pada bagian-bagian pengertian bid’ah tersebut, tetapi tujuan akhir dari pengertian bid’ah tersebut adalah sama. Jika di tinjau dari sudut pandang bahasa, bid’ah adalah diambil dari kata bida’ yaitu al ikhtira ‘/mengadakan sesuatu tanpa adanya contoh sebelumnya. Seperti yang termaktub dalam Kitab Shahih Muslim bi Syarah Imam Nawawi dijelaskan sebagai berikut:
 “Dan yang dimaksud bid’ah, berkata ahli bahasa, dia ialah segala sesuatu amalan tanpa contoh yang terlebih dahulu”[1]

Sedangkan jika ditujukan dalam hal ibadah pengertian-pengertian bid’ah tersebut diantaranya:
 “Bid’ah adalah suatu jalan yang diada-adakan dalam agama yang dimaksudkan untuk ta’abudi, bertentangan dengan al Kitab (al qur`an), As Sunnah dan ijma’ umat terdahulu

Bid’ah adalah kebalikannya dari sunnah, dan dia itu apa-apa yang bertentangan dengan al qur`an, as sunnah, dan ijma’ umat terdahulu, baik keyakinnanya atau peribadahannya, atau dia itu bermakna lebih umum yaitu apa-apa yang tidak di syari’atkan Allah dalam agama…maka segala dari sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allah maka yang demikian adalah bid’ah.

Bid’ah dalam syari’ah adalah apa yang diada-adakan yang tidak ada perintah Rasulullah shalallahu ta’ala ‘alaihi sallam.
Dan dari al Harawi bahwa bid’ah ialah pendapat pikiran yang tidak ada padanya dari kitab (al Qur`an) dan as Sunnah.
Ibnu Hajar al As Qalani dalam Fathul Bari menjelaskan, “Dan yang dimaksud dengan sabdanya “Setiap bid’ah adalah sesat” yakni apa yang diadakan dan tanpa dalil padanya dari syari’at baik dengan jalan khusus maupun umum”
Menurut Ibnu Taimiyah: ‘ Bid’ah dalam agama ialah sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allah dan rasul-Nya yaitu tidak diperintahkan dengan perintah wajib atau perintah sunnah. Adapun yang diperintahkan dengan perintah wajib dan sunnah serta diketahui perintah-perintah tersebut dengan dalil-dalil syar’i, maka hal itu termasuk yang disyari’atkan oleh Allah, meskipun terjadi perselisihan diantara ulama di beberapa masalah dan sama saja, baik hal itu sudah diamalkan pada masa Rasulullah atau tidak.

Menurut As-Syahtibi: ‘ Bid’ah adalah suatu cara di dalam agama yang diada-adakan (baru) menyerupai agama dan dimaksudkan dalam melakukannya untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah ta’ala.

Menurut Ibnu Rajab: ‘ Yang dimaksudkan dengan bid’ah adalah sesuatu yang diadakan tanpa ada dasarnya di dalam syari’at. Adapun suatu yang ada dasarnya dalam syara’, maka bukan bid’ah meskipun dikatakan bid’ah menurut bahasa.’

Menurut As-Suyuti: ‘ Bid’ah ialah suatu ungkapan tentang perbuatan yang bertentangan dengan syari’at karena menyelisihinya atau perbuatan yang menjadikan adanya penambahan dan pengurangan syari’at. ‘

Contoh-contoh Bid’ah
1.      Praktek Bid’ah Mempersulit Agama dan menghilangkan sifat kemudahannya. Agama Islam datang dengan sifat mudah dilaksanakan, kemudian orang-orang yang membuat praktek bid’ah mengubah sifat mudah itu menjadi susah dan berat. Misalnya: Redaksi shalawat yang paling afdhal adalah shalawat yang biasa kita baca ketika Tashawud akhir. Berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk membaca shalawat dengan redaksi tadi, Mungkin hanya 1/4 atau 1/2 menit. Namun banyak orang yang mengarang dan membuat redaksi-redaksi shalawat baru kepada Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam yang tidak diperintahkan oleh Allah Swt.
2.      Bid’ah dalam agama mematikan sunnah. Jika seseorang mencurahkan energinya untuk melaksanakan perbuatan bid’ah, niscaya energinya untuk menjalankan Sunnah menjadi berkurang karena kemampuan manusia terbatas. Sebagai contoh dalam sebuah majlis dzikir yang dipimpin oleh seseorang kemudian didalamnya seseorang tersebut memerintahkan kepada pengikutnya untuk membaca misalnya Alfatihah 100X, Al Ikhlas 111 X, Annas 111 X, dan Al falaq 111 X dan sebagainya, dengan tujuan yang tidak jelas dapat ilmunya dari mana akan tetapi ia berani mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk taqarrub kepada Allah, bahkan terlebih parah lagi jikalau untuk sesuatu yang bersifat magic seperti untuk ilmu kebatinan, kekebalan dan lain sebagainya. Dan jelaslah bahwa bid’ah itu dapat menguras energinya sehingga sunnah yang berasal dari Rasulnya tidak terpelajari karena waktu habis terkuras dengan bacaan-bacaan yang bukan di syari’atkan oleh Allah dan Rasul-nya. Apakah lebih baik jika kita membuka dan mempelajari Al Quran/tafsirnya dan Kitab-kitab hadist.
3.      Bid’ah dalam agama membuat manusia tidak kreatif dalam urusan-urusan keduniawian. Generasi Islam yang pertama banyak menelurkan kreativitas dalam bidang-bidang duniawi dan mempelopori banyak hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ilmu-ilmu Islam yang dihasilkan pada saat itu seperti ilmu alam, matematika, astronomi dan lain-lain menjadi ilmu yg dipelajari dunia dan masyarakat dunia belajar tentang ilmu-ilmu itu dari kaum muslimin. Mayoritas yang melatar belakangi generasi Islam pertama ini menggeluti dan mengembangkan ilmu-ilmu tadi adalah motif agama. Misalnya: Al-Khawarizmi menciptakan ilmu aljabar salah satunya untuk menyelesaikan masalah2 tertentu dalam bidang wasiat dan warisan. Karena sebagian darinya memerlukan hitungan-hitungan matematika. Kelihatan bahwa dalam bidang agama mereka semata berpegang pada nash dan Al-Qur’an sedang dalam bidang kehidupan mereka berkreasi.
3.         Churafat
Pengertian Churafat dalam Islam merupakan cerita rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran., pantangan, adat istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam. Berdasarkan keterangan di atas, Churafat mencakup cerita dan perbuatan yang direkayasa,bersifat menyesatkan dan dusta.
Di antara faktor-faktor yang mendorong berlakunya Churafat ialah :
a.    Mudah mempercayai benda-benda tahyul
b.    Kecetekan ilmu agama
c.    Terpengaruh dengan kelebihan seseorang atau sesuatu benda
Manakala jalan penyelesiannya ialah setiap umat Islam hendaklah mendalami ilmu agama sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis nabi S.A.W yang bermaksud :
"Aku telah tinggalkan kamu 2 perkara selama mana kamu berpegang teguh dengannya, tidak akan sesat selama-lamanya ia itu al-Quran dan sunnahku"

Akidah Islam adalah salah satu cabang ilmu Islam yang penting dalam kehidupan setiap umat karena ilmu ini berkaitan keimanan dan kepercayaan kepada Allah. Selain itu, ilmu akidah termasuk ilmu fardu ain yang wajib dituntut dan dipelajari. Biarpun konsep akidah Islam mudah difahami dan dihayati, masih banyak umat Islam yang terpengaruh dengan kepercayaan Churafat yang diwarisi turun-temurun dari nenek moyang terdahulu.
Amalan Churafat adalah bertentangan dengan akidah Islam sekaligus menyesatkan iman seseorang atau menyebabkan syirik kepada Allah, yaitu salah satu dosa yang tidak diampuni Allah.
Firman Allah yang bermaksud:


Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar. (Q.S. An-Nissa: 48)

Oleh demikian, setiap Muslim wajib berhati-hati ketika menjalani kehidupan global supaya tidak mudah terjerumus ke arah Churafat dengan cara memperkokoh ilmu akidah selain itu  mengenal pasti ciri amalan Churafat.
Ciri-ciri amalan dan kepercayaan Churafat, ia tidak bersumberkan atas syariat yang ada pada al-Quran maupun hadist; cerita rekaan, dongeng, khayalan atau kepercayaan adat, berdasarkan kepada kepercayaan  nenek moyang dan adat yang berbaur dengan Islam, berbentuk pemujaan dan permohonan kepada makhluk halus untuk tujuan memudaratkan dan keluar dari akidah Islam,mempercayai objek tertentu seperti kuburan, pohon dan sebagainya untuk tujuan tertentu dan ada unsur negatif pada akidah dan syariat Islam.
Demikianlah cirri-ciri amalan dan kepercayaan Churafat jika pelajari secara mendalam, memang banyak yang masih dijalankan dalam masyarakat Islam masa kini. Bahkan, ia masih melekat dalam tradisi dan kepercayaan umat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya:
  1. Kepercayaan kepada banda keramat seperti kubur, patok kayu atau batu nisan yang kononnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit, memuja objek tertentu, roh nenek moyang, kuburan keramat dan sebagainya.
  2. Kepercayaan kepada kesialan seperti adat mandi Safar, adat mandi membuang sial, bunyi burung hantu pada waktu malam dan nomor sial seperti nomor empat.
  3. Masih adanya orang Islam yang memohon bantuan dari jin seperti: adat memuja kampung, adat pencucian keris dan sebagainya.
  4. Petani dan nelayan yang masih percaya kepada bertambah dan berkurangannya rezeki sehingga ada yang memuja semangat padi seperti bersemah dan membuang tumbal di sungai atau laut (nelayan).
  5. Orang Melayu pada dasarnya kaya dengan warisan pantangan/larangan yang sebagiannya jelas bertentangan syariat Islam seperti: anak gadis duduk di depan pintu yang dikhawatirkan akan sulit mendapat jodoh, tidak boleh keluar rumah ketika magrib dan adat melenggang perut.
Itulah antara kepercayaan serta amalan Churafat yang masih nyata dan berakar umbi dalam setiap sendi masyarakat Islam. Justru, Islam sebagai agama menitik beratkan aspek akidah dan syariah menjelaskan bahawa segala amalan, adat, kepercayaan, perkataan dan perbuatan tidak berdasarkan Al-Quran, hadist, ijmak ulama dan Qias dilarang sama sekali.
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "barang siapa yang mengada-adakan sesuatu perkara dalam agama kami, yang tidak termasuk dalam ajaran Islam yang suci, maka apa yang diamalkan itu tertolak (tidak diterima amalan berkenaan oleh Allah dan tidak diberikan pahala)."  (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Dalam bab akidah Islam, setiap Muslim hanya wajib beriman dan percaya kepada Allah Yang Maha Berkuasa Mutlak menguasai dan mentadbir alam semesta terbentang luas ini. Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah Yang Maha Esa. Ini bermakna kepercayaan kepada benda yang dijadikan keramat yang dipercayai mempunyai kuasa selain daripada Allah, bertentangan dengan konsep kepercayaan tauhid kepada Allah. Selain itu, kepercayaan kepada sial juga menjelaskan akidah seseorang dan Rasulullah SAW melarang keras perbuatan itu melalui sabdanya yang bermaksud: "Bukan dari golongan kami barang siapa yang merasa sial atau meminta diramalkan kesialannya, diramal nasib atau minta diramal nasibkan, menyihir atau minta disihirkan."  (Hadis riwayat Tabrani)
Amalan memuja jin dan memohon pertolongan darinya seperti lazim dilakukan oleh bomoh dan dukun adalah perbuatan syirik. Begitu juga bersahabat dan menggunakan jin seperti tukang sihir dan peramal. Oleh karena itu, setiap Muslim wajib mendalami ilmu akidah untuk memelihara kesucian akidah, kepercayaan, perkataan dan perbuatannya dari amalan Churafat yang menyesatkan.

Ilmu akidah Islam adalah perisai utama yang dapat menyelamatkan seseorang Muslim dari lembah kesesatan dan yang akan memimpinnya ke arah keridhoan Illahi serta kesejahteraan hidup dunia akhirat.
Allah berfirman bermaksud:

وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ

"Dan janganlah engkau menyembah atau memuja yang lain dari Allah, yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepadamu dan juga tidak mendatangkan mudarat kepadamu. Sekiranya engkau mengerjakan yang demikian, maka jadilah engkau orang yang berlaku zalim (terhadap diri sendiri dengan perbuatan syirik itu)." (Surah Yunus, ayat 106)

Rasulullah SAW bersabda maksudnya: "Barang siapa yang menemui tukang tilik dan menanyakan sesuatu kepadanya, lalu terus percaya terhadap apa yang dikatakannya, maka dia telah mengkufurkan apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad." (Hadis riwayat Ahmad dan Hakim)

Islam melarang keras amalan Churafat baik itu melalui perkataan, perbuatan, adat maupun kepercayaan yang tidak sesuai dengan konsep akidah Islam. Amalan Churafat dapat membawa kepada syirik yang sudah tentu menyasatkan akidah seseorang Muslim selain itu  mengakibatkan dosa yang tidak terampuni Allah.