Kamis, 12 Januari 2012

MATERI AIKA 1; PENGERTIAN AGAMA DAN DINUL ISLAM

MATERI PENGAJARAN PERTEMUAN PERTAMA 
AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN 1 
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG TAHUN AKADEMIK 2011/2012 PENGERTIAN AGAMA DAN DINUL ISLAM 
Arti dan Ruang Lingkup Agama Islam, Klasifikasi Agama dan Agama Islam, 
Salah Paham Terhadap Islam 
Oleh : ZULPIQOR, MA
 
PENDAHULUAN

Di kalangan Masyarakat Indonesia terdapat kesan bahwa Islam bersifat sempit. Kesan itu timbul dari salah pengertian tentang hakekat Islam. Kekeliruan faham ini terdapat bukan hanya terdapat di kalangan umat bukan Islam, tetapi juga dikalangan umat Islam sendiri, bahkan juga dikalangan sebagian agamawan-agamawan Islam. 

Kekeliruan faham itu terjadi, karena kurikulum pendidikan agama Islam yang banyak dipakai di Indonesia ditekankan pada pengajaran ibadah, fikih, tauhid, tafsir, hadits, dan bahasa Arab, oleh karena itu Islam di Indonesia banyak dikenal hanya dari aspek ibadah, fikih, dan tauhid saja. Dan itupun, ibadah, fikih dan tauhid, biasanya diajarkan hanya menurut satu mazhab dan aliran saja. Hal ini memberikan pengetahuan yang sempit tentang Islam. (Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, 1985) 

Untuk mengatasi hal itu maka perlu ada reorientasi pemahaman keislaman yang komprehensif, sehingga setidaknya akan menambah lebih banyak lagi orang yang faham terhadap hakekat Islam yang sesungguhnya dan seiring dengan itu meminimalisir orang yang masih salah mengerti tentang hakekat Islam. 

Dalam program pengajaran Al-Islam Kemuhammadiyahan 1 ini, saya sebagai penulis mencoba, menyuguhkan ke hadapan para mahasiswa UMT materi-materi Al-Islam Kemuhammadiyahan 1 yang sengaja disusun berdasarkan silabus yang telah dirumuskan di tingkat Rektorat UMT, untuk kemudian dapat dibahas dan didiskusikan berkenaan dengan permasalahan-permasalahan keislaman perspektif Muhammadiyah terutama yang terkait dengan permasalahan tersebut di atas. 

A. Arti dan Ruang Lingkup Agama Islam 

Pada awal pembelajaran kali ini kita akan mendiskusikan arti dan ruang lingkup agama Islam, sebagai sebuah kajian dasar untuk lebih lanjut mengenal dan mendiskusikan dinul Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyelamatkan. 

Mengenai agama, perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa hal berikut. Perkataan agama berasal dari bahasa Sansekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha. Dalam kepustakaan dapat dijumpai uraian tentang perkataan ini. Akar kata agama adalah gam yang mendapat awalan a dan akhiran a sehingga menjadi a-gam-a, kadang-kadang i-gam-a, kadang-kadang u-gam-a. Kata go dalam bahasa Inggris sama dengan gam: pergi. Namun setelah mendapat awalan dan akhiran a pengertiannya berubah menjadi jalan. 
Dalam bahasa Bali ketiganya mempunyai makna berikut. Agama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja; Igama artinya peraturan, tata cara, upacara dalam berhubungan dengan Dewa-Dewa; Ugama ialah peraturan, tata cara dalam berhubungan antarmanusia

Dalam bahasa aslinya agama Islam disebut din. Mulailah timbul kerancuan atau pencampuradukan pengertian, karena lambang yang biasa dipakai dalam agama Hindu dan Budha dipergunakan untuk Dinul Islam yang lain sekali sistem ajaran dan ruang lingkupnya kalau dibandingkan dengan sistem ajaran agama yang mendahuluinya. 

Kita perlu memahami arti perkataan Islam itu sendiri. Islam kata turunan (jadian) yang berarti ketundukan, keta’atan, kepatuhan, (kepada kehendak Allah). Berasal dari kata salama artinya patuh atau menerima; berakar dari huruf sin lam mim. Kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Dari kata itu terbentuk kata masdar salamat (yang dalam bahasa Indonesia berarti selamat). Dari akar kata itu juga terbentuk kata-kata salm, silm yang berarti kedamaian, kepatuhan, penyerahan (diri). Dari uraian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa arti yang dikandung perkataan Islam adalah: kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri), keta’atan dan kepatuhan. (Prof, H. Mohammad Daud Ali, S.H., Pendidikan Agama Islam, 2006) 

Demikianlah analisis perkataan Islam Intinya adalah berserah diri, tunduk, patuh, dan taat dengan sepenuh hati kepada kehendak Allah. Kehendak ilahi yang wajib ditaati dengan sepenuh hati oleh manusia itu, manfaatnya bukanlah untuk Allah tetapi untuk kemaslahatan dan kebaikan manusia dan lingkungan hidupnya. Kehendak Allah telah disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasulnya berupa wahyu yang kini dapat dibaca dan dikaji selengkapnya dalam Al-Quran. Rasul pun telah memberi penjelasan, petunjuk dengan contoh bagaimana memahami dan mengamalkan ayat-ayat Quran dengan sunnah beliau. 

Islam itu bisa diibaratkan jalan tol yang lempang dan lurus, di dalamnya terdapat rambu rambu, tanda-tanda serta jalur-jalur sebanyak aspek kehidupan manusia yang harus dipatuhi pengguna jalan itu sebagai kenyamanan dan keselamatan, di kanan-kiri jalan itu dipagari oleh Al-Quran dan As-Sunnah. Berpikir, bersikap dan berbuat sesuai dengan ajaran Islam, tidak menabrak pagar Quran-Sunnah. Apalagi keluar dari keduanya. Selama pemikiran, sikap dan perbuatannya tidak menyimpang atau keluar jalur Al-Quran dan Sunnah, selama itu pula pemikiran, sikap dan perbuatan mereka dapat disebut sebagai Islami. 

Sebagai agama wahyu terakhir, agama Islam merupakan satu sistem akidah dan syari’ah serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai hubungan. Ruang lingkupnya lebih luas dari ruang lingkup agama Nasrani yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Agama Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dengan diri manusia itu sendiri tetapi juga dengan alam sekitarnya. 

Menurut wilfred Cantwell Smith, dibandingkan dengan agama-agama lain, agama Islam adalah sui generis sesuai dengan wataknya, mempunyai corak dan sifat tersendiri dalam jenisnya), karena dalam banyak hal agama Islam berbeda dengan agama lain. Sebagai contoh sederhana akan kita bahas di bawah ini; 
1. Berbeda dengan agama-agama lain yang nama-nya dihubungkan dengan manusia yang mendirikan atau yang menyampaikan agama itu atau dengan tempat lahir agama yang bersangkutan seperti agama Budha (Budhism), agama Kristen (Christianity) atau agama Yahudi (Judaism), nama agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ini tidak dihubungkan dengan namanya atau nama tempat agama itu mula-mula tumbuh dan berkembang. Seperti agama-agama tersebut di atas. Juga namanya tidak diberikan oleh para penganutnya atau orang lain kemudian hari. Menurut Wilfred nama Islam yang diberikan kepada agama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad itu adalah nama yang diberikan oleh Allah sendiri melalui wahyu-Nya yang kini dapat dibaca dalam Al-Quran surah Ali Imran: 19 yang berbunyi, ”Innad diina ’indallahi-l-Islam.” Artinya lebih kurang, ”sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” Penamaan itu juga dapat kita jumpai dalam surah Al-Maidah bagian terakhir ayat 3 yang berbunyi, Waradiitu lakumul Islaama diinaa,” artinya lebih kurang, ...”dan aku ridhai Islam sebagai agamamu.” 
2. Islam, seperti telah dikemukakan di atas, mengandung makna damai, sejahtera, selamat, penyerahan diri, taat, patuh dan menerima kehendak Allah. Orang yang mengaku beragama Islam disebut muslim. Penamaan orang yang memeluk agama Islam inipun, menurut Wilfred terdapat dalam Al-Quran surat az-Zumar ayat 12 yang berbunyi, ”Waumirtu li an akuna awwalal muslimina”. Artinya lebih kurang, ”Dan aku diperintahkan menjadi orang yang pertama-tama berserah diri.” 

Oleh karena itu kata Wilfred selanjutnya, Penamaan Muhamedanism untuk agama Islam dan Mohammedan untuk orang-orang Islam yang telah dilakukan berabat-abad oleh orang Barat, terutama oleh para orientalis, seperti dapat dibaca dalam kepustakaan berbahasa Inggris, misalnya, adalah salah. Kesalahan ini disebabkan karena para penulis Barat menyamakan agama Islam dengan agama-agama lain, misalnya dengan Christianity yang diajarkan oleh Jesus Kristus. Budhism yang diajarkan oleh Budha Gautama dan lain-lain. Penamaan yang salah ini telah menyebabkan pemahaman yang keliru terhadap Islam yang akan dibicarakan kelak. Namun demikian perlu dicatat bahwa setelah perang dunia kedua salah pengertian ini sudah berangsur kurang. Karena pergaulan internasional antar bangsa, menjadi anggota PBB atau lembaga-lembaga dinia lainnya. 

Orang yang mengaku beragama Islam atau yang secara bebas memilih untuk menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Tuhan, disebut muslim. Seorang muslim yang benar adalah orang yang menerima petunjuk Tuhan dan menyerahkan diri untuk mengikuti kemauan Ilahi. Artinya seorang muslim (yang benar) adalah orang yang melalui akal bebasnya, mengikuti petunjuk Tuhan. (S.H. Nasr, 1981: 11). Makna ini berlaku untuk semua yang menerima dan patuh kepada hukum-hukum Tuhan yang tidak terbantah itu. 

Di dalam ajaran Islam, apa yang disebut Natural Law di dunia barat itu dinamakan sunnatullah. Namun isinya berbeda, karena Sunnatullah menurut ajaran Islam, adalah ketentuan atau hukum-hukum Allah yang berlaku untuk alam semesta. Adanya sunatullah mengatur alam semesta itu menyebabkan ketertiban hubungan antara benda-benda di alam raya. Di dalam al-Quran banyak ayat-ayat yang menunjukkan ada dan berlakunya Sunnatullah atas alam semesta, termasuk manusia di dalamnya.


Agama-agama yang dianut oleh manusia di dunia ini dapat diklasifikasikan menjad dua golongan berdasarkan tolok ukur tertentu, salah satu tolok ukurnya yang dapat dipergunakan adalah sumber asal ajaran agama, yaitu: 
1) Agama Wahyu, (revealed religion) yang kadang-kadang disebut juga agama langit, dan
2) Agama Budaya (cultural religion atau natural religion) yang kadang-kadang disebut juga agama bumi atau agama alam. 
Dengan mempergunakan tolok ukur dan klasifikasi tersebut, akan diketahui ciri-ciri masing-masing agama tersebut, adalah sebagai berikut;   
1 Agama Langit, dapat dipastikan kelahirannya. Pada waktu agama wahyu disampaikan malaikat (Jibril) kepada manusia pilihan yang disebut utusan atau Rasul-Nya, pada waktu itulah agama wahyu lahir. Pada Agama Budaya tidak dapat dipastikan kelahirannya karena mengalami proses pertumbuhan sesuai dengan proses pertumbuhan kebudayaan masyarakat atau perkembangan pemikiran manusia yang memberikan ajaran agama budaya itu. 

2 Agama Langit, disampaikan kepada manusia melalui utusan atau Rasul Allah yang bertugas selain menyampaikan, juga menjelaskan wahyu yang diterimanya dengan berbagai cara dan upaya. Pada Agama Budaya, tidak mengenal utusan atau Rasul Allah. Yang mengajarkan agama budaya adalah filsuf atau pemimpin kerohanian atau pendiri agama itu sendiri. 

3 Agama langit, mempunyai kitab suci yang berisi himpunan wahyu yang diturunkan Allah. Wahyu yang ada dalam kitab suci itu tidak boleh berubah atau diubah. Yang berhak mengubahnya hanyalah Allah melalui wahyu-Nya juga. Pada Agama Budaya tidak mempunyai kitab suci pada masyarakat sederhana. Agama budaya masyarakat yang telah berperadaban mungkin mempunyai kitab suci, namun isinya dapat berubah karena perubahan filsafat agama atau kesadaran agama masyarakatnya. 
4 Ajaran Agama Langit, mutlak benar karena berasal dari Allah karena mutlak benar, Maha Mengetahui segala-galanya. Karena itu pula kebenaran tidak terikat ruang dan waktu. Yang terikat pada ruang dan waktu adalah kebenaran pemahaman atau penafsiran ajaran agama wahyu yang dilakukan oleh akal yang terbatas kemampuannya dan terikat pada pengalaman pengetahuan manusia. Pada Ajaran Agama Budaya, kebenarannya relatif, terikat pada ruang dan waktu tertentu. 

5 Pada Agama Langit, Sistem hubungan manusia dengan Allah, dalam agama wahyu, ditentukan oleh Allah sendiri denga penjelasan lebih lanjut oleh Rasulnya. Sistem hubungan ini tetap tidak berubah bagaimanapun dahsyatnya perubahan karena perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Agama Budaya, Sistem hubungan manusia dengan Tuhan berasal dari akal berdasarkan kepercayaan (yang berisi anggapan) dan pengetahuan serta pengalaman manusia yang senantiasa berubah atau bertambah. 

6 Pada Agama Langit, konsep ketuhanan ialah monoteisme murni sebagaimana yang disebutkan dalam ajaran agama langit itu. Pada Agama Budaya, konsep ketuhanan karena disusun oleh akal manusia, berkembang sesuai dengan perkembangan akal manusia mulai dari dinamisme sampai kepada monoteisme tidak murni atau monoteisme terbatas. 

7 Pada Agama Langit, dasar-dasar ajaran bersifat mutlak berlaku bagi seluruh ummat manusia. Pada Agama Budaya, dasar-dasar bersifat relatif karena ditujukan kepada manusia dalam masyarakat tertentu yang belum tentu sesuai dengan masyarakat lain. 

8 Pada Agama Langit, sistem nilai ditentukan oleh Allah sendiri yang diselaraskan dengan ukuran dan hakikat kemanusiaan. Yang bernilai baik diwajibkan untuk dilaksanakan agar manusia mmperoleh keselamatan dan kebahagiaan, dan yang bernilai buruk dilarang (ditinggalkan) untuk mencegah kecelakaan dan penderitaan manusia di dunia ini dan diakhirat kelak. Pada Agama Budaya, Nilai-nilai ditentukan oleh manusia sesuai dengan cita-cita, pengalaman serta penghayatan masyarakat yang menganutnya. Nilai-nilai itu mungkin sesuai untuk suatu masyarakat pada suatu masa tertentu, mungkin juga harus diubah lagi disuatu masyarakat pada masa yang lain. 

9 Pada Agama Langit, Menyebut sesuatu tentang alam yang kemudian dibuktikan kebenarannya oleh ilmu pengetahuan (sains) modern. Pada Agama Budaya, hal-hal yang disebut tentang alam sering dibuktikan kekeliruannya oleh sains. 

10 Melalui agama wahyu Allah memberi petunjuk, pedoman, tuntunan, dan peringatan kepada manusia dalam pembentukan insan kamil, yaitu manusia sempurna, manusia baik yang bersih dari noda dan dosa. Pembentukan manusia menurut agama budaya disandarkan kepada pengalaman dan penghayatan masyarakat penganutnya yang belum tentu diakui oleh masyarakat lain yang berbeda cita-cita, pengalaman dan penghayatannya. 

C. Salah Paham Terhadap Islam 

1) Salah Memahami Ruang Lingkup Islam 
Salah paham terhadap Islam terjadi karena orang salah memahami ruang lingkup agama Islam. Lambang yang sama yakni perkataan agama dipakai untuk sistem ajaran yang berbeda, orang menganggap bahwa sebagai agama, Islam pun ruang lingkupnyna hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan belaka. Sesungguhnya tidaklah begitu, karena ruang lingkup agama Islam dalam makna Dinul Islam seperti telah berulang-ulang dikatakan di atas, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja seperti yang terkandung dalam istilah religion, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat, dan alam lingkungan hidupnya. 

2) Salah Menggambarkan Susunan Bagian-Bagian Agama dan Ajaran Islam Kesalahpahaman yang lain timbul karena penggambaran bagian-bagian agama dan ajaran Islam tidak menyeluruh, tetapi sebagian-sebagian atau sepotong-sepotong. Orang menggambarkan yang memberi kesan seakan-akan Islam hanyalah akidah (iman) atau ilmu tauhid saja, atau Islam seolah-olah hanya syariat (hukum) atau fikih belaka, atau Islam hanya ajaran akhlak, tasawuf, dan tarikat semata-mata, tanpa memandang dan meletakkan bagian-bagian atau segmen-segmen itu ke dalam kerangka agama dan ajaran Islam terpadu secara keseluruhan. Karena penggambaran yang sepotong-sepotong inilah yang telah menyebabkan Islam menjadi the most misunderstood religion in the world: agama yang paling disalahpahami dunia. Penggambaran Islam seperti ini sering dilakukan oleh orang Islam sendiri tanpa disadari dan dengan maksud-maksud tertentu dengan sadar oleh para orientalis, terutama dimasa-masa sebelum perang dunia kedua dahulu. 

3) Salah Mempergunakan Metode Mempelajari Islam Kesalahan ketiga adalah kesalahan mempergunakan metode mempelajari Islam. Metode atau jalan yang ditempuh para orientalis, terutama sebelum perang dunia kedua, adalah pendekatan yang menjadikan Islam dan seluruh ajarannya semata-mata sebagai obyek studi dan analisis. Laksana dokter bedah mayat, para orientalis meletakkan Islam di atas meja operasi, memotongnya bagian demi bagian dan menganalisis bagian-bagian itu dengan mempergunakan ukuran-ukuran yang un-Islamic / tidak sesuai dengan ajaran Islam. (Fazlur Rahman, 1966: 44) Untuk menghindari salah paham terhadap Islam dan supaya dapat memahami Islam secara baik dan benar, hal-hal berikut perlu diperhatikan ialah: 
Pertama, pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni al-Quran yang memuat wahyu-wahyu Allah dan al-Hadits yang memuat sunnah Nabi Muhammad. Dengan mempelajari Islam dari kedua sumber tersebut akan jelas ruang lingkupnya. Jika tidak (mampu) berbahasa Arab, sekarang banyak terjemahan al-Quran-Hadits yang bisa diakses. 
Kedua, Islam tidak dipelajari secara parsial tetapi harus dipelajari secara \integral. Artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi secara keseluruhan dan dipadukan kedalam satu kesatuan yang bulat. Mempelajari dan memahami Islam secara sepotong-sepotong akan menghasilkan pemahaman yang salah terhadap Islam, seperti pemahaman empat orang normal tetapi buta sejak lahir. Mereka mencoba memahami seekor gajah yang dirabanya dengan tangannya. Maka akan menimbulkan banyak pemahaman dan persepsi sesuai bagian yang mananya yang mereka raba. Untuk menghindari pemahaman sepotong-sepotong, Islam harus dipelajari secara menyeluruh, walaupun keseluruhan itu (mungkin) dalam garis-garis besarnya saja. 
Ketiga, Islam dipelajari dari karya atau kepustakaan yang ditulis oleh mereka yang telah mengkaji dan memahami Islam secara baik dan benar. Pada umumnya mereka adalah para ahli atau ulama, cendekiawan dan sarjana muslim yang diakui otoritasnya.  
Keempat, dihubungkan dengan berbagai persoalan asasi yang dihadapi manusia dalam masyarakat dan dilihat relasi dan relevansinya dengan persoalan-persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya sepanjang sejarah manusia terutama sejarah umat Islam.  
Kelima, memahami Islam dengan bantuan ilmu pengetahuan yang berkembang sampai sekarang, seperti ilmu-ilmu alamiah, ilmu-ilmu sosial dan budaya, serta ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Ketiga bidang ilmu ini beserta cabang dan rantingnya merupakan ilmu-ilmu bantu dalam mengkaji dan memahami Islam. Keenam, tidak menyamakan Islam dengan umat Islam, terutama dengan keadaan umat Islam pada suatu masa di suatu tempat. Penjajahan Barat yang melanda umat Islam selama berabad-abad telah menyebabkan umat Islam berada dalam keadaan lemah, miskin, terbelakang, terpecah-pecah dalam berbagai firkah atau kelompok-kelompok, terlepas atau sengaja dilepaskan dari ajaran agamanya. Keadaan ini sering menyebabkan para ahli ilmu-ilmu sosial terutama, menarik kesimpulan yang tidak benar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan tentang Islam. Dengan melihat kenyataan keadaan umat Islam di suatu tempat pada suatu masa demikian halnya, mereka lalu menarik kesimpulan bahwa demikian pulalah agama dan ajaran Islam. 
Ketujuh, Pelajarilah Islam dengan metode yang selaras dengan agama dan ajaran Islam. Menurut Ali Syari’ati, orang tidak dapat memilih hanya satu metode tunggal dari sekian banyak metode yang dapat dipergunakan, karena Islam bukan agama uni-dimensional (agama satu dimensi) saja. Untuk mempelajari Islam yang banyak dimensinya itu, selain dari metode filosofis orang harus mempergunakan juga metode-metode yang terdapat dalam ilmu-ilmu manusia dewasa ini (Ali Syari’ati, 1982: 72). Ia menyebut metode sejarah dan sosiologi, soal-soal yang bersifat kosmologis dan berkaitan dengan ilmu-ilmu alam serta gejala-gejala alam, harus dipelajari dan dipahami menurut metodologi ilmu-ilmu alam (Ali Syari’ati, 1982: 73). 

Sumber Bacaan : 
1. Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H., Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. 
2. Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI Press, 1985.

MATERI AIKA 5 ; SEJARAH TURUNNYA RISALAH DINUL ISLAM

MATERI PENGAJARAN PERTEMUAN KELIMA
AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN 1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TAHUN AKADEMIK 2011/2012

SEJARAH TURUNNYA RISALAH DINUL ISLAM
Masyarakat Arab Pra dan Pasca Diturunkannya Al-Quran
Peristiwa Hari Pertama Al-Quran Diturunkan dan Tempatnya
Peristiwa Ayat Al-Quran Terakhir Diturunkan dan Tempatnya
Oleh : ZULPIQOR, MA


Mengucapkan Salam
Memulai Perkuliahan dengan membaca BASMALAH
Menjelaskan Deskripsi singkat materi pembelajaran hari ini mengenai Sejarah Al-Quran ; mata kuliah ini menjelaskan secara mendalam tentang kondisi masyarakat Arab sebelum dan sesudah turunnya Al-Quran, ayat dan surah yang mula-mula dan terakhir diturunkan, kemudian bagaimana cara Al-Quran diturunkan serta tempat-tempat Al-Quran diwahyukan.
Menjelaskan manfaat mempelajari materi Sejarah Al-Quran bagi kehidupan sehari-hari mahasiswa adalah agar mahasiswa memperoleh pengetahuan secara lebih mendalam tentang bagaimana masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran dan juga dapat mengetahui kondisi masyarakat Arab setelah turunnya Al-Quran, kemudian agar mengetahui ayat yang mula-mula diturunkan dan yang terakhir diturunkan bagaimana cara Al-Quran diturunkan dan dapat mengetahui lokasi penurunan Al-Quran.

A.      MASYARAKAT ARAB PRA DAN PASCA DITURUNKANNYA AL-QURAN
1.        Kondisi Masyarakat Arab Pra Turunnya Al-Quran
Ketika Nabi Muhammad SAW lahir (570 M) Makkah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan Yaman di selatan dan Syiria di utara. Dengan adanya Ka’bah di tengah kota, Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah tempat mereka berziarah. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama, Hubal.
Masyarakat Arab hidup Nomaden dan menetap, hidup dalam budaya kesukuan Badui. Kota terpenting di daerah ini adalah Makkah, kota suci tempat Ka’bah berdiri. Ka’bah masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut agama asli Makkah, tetapi juga oleh orang-orang Yahudi yang bermukim di sana.
1)       Kondisi Geografis
Wilayah Arab merupakan wilayah gersang yang terisolasi, jika dilihat dari sisi lautan dan daratan. Arab terbagi menjadi dua bagian besar; bagian tengah dan bagian pesisir, dengan kondisi tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang ada hanya lembah-lembah berair di musim hujan. Sebagian besar adalah padang pasir sahara yang memiliki sifat dan keadaan yang berbeda-beda.

2)       Kondisi Politik
Jazirah Arab tidak pernah diperhitungkan, oleh imperium raksasa seperti Bizantium dan Persia yang mengapit Jazirah Arab. Dua imperium tersebut selalu diliputi ketegangan memperebutkan kekuasaan. Peperangan antar suku menjadi kesukaan masyarakat Arab. Situasi seperti ini terus berlangsung sampai agama Islamn lahir. Konflik berkepanjangan Bizantium dan Persia ini digambarkan dalam Al-Quran Surah Ar-Rum ayat 2 – 4 ;
ÏMt7Î=äñ ãPr9$# ÇËÈ þÎû oT÷Šr& ÇÚöF{$# Nèdur -ÆÏiB Ï÷èt/ óOÎgÎ6n=yñ šcqç7Î=øóuy ÇÌÈ Îû ÆìôÒÎ/ šúüÏZÅ 3 ¬! ãøBF{$# `ÏB ã@ö6s% .`ÏBur ß÷èt/ 4 7ͳtBöqtƒur ßytøÿtƒ šcqãZÏB÷sßJø9$# ÇÍÈ
Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi. bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,


3)       Kondisi Sosial
Peradaban telah hancur akibat konflik antar etnis, kesukuan dan primordialitas (mempertahankan adat kebiasaan turun temurun), Masyarakat Arab suka berperang; karena itu peperangan antar suku sering terjadi. Akibatnya nilai perempuan menjadi sangat rendah, tidak ada kesatuan dari struktur suku langsung, mereka bermusuhan satu sama lain saling bermusuhan. Merampok adalah hal biasa, dendam, berkelahi, tidak bermoral pada umumnya. Pada tingkat individu termotivasi oleh keserakahan, egoistis, dan tidak terlalu peduli dengan orang lain. Kecemburuan, eksploitasi, minuman keras, perjudian, pembunuhan menggambarkan kejahatan dan kegagalan moral rakyat Arab.

4)       Kondisi Budaya
Akibat peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang. Karena itu bahan-bahan sejarah pra Islam sangat langka didapatkan. Sejarah mereka hanya diketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya agama Islam. Apa yang berkembang menjelang kelahiran Islam itu merupakan pengaruh dari budaya bangsa-bangsa di sekitarnya yang lebih awal maju dari pada kebudayaan dan peradaban Arab.

5)       Kondisi Ekonomi
Kota Makkah terletak di jalur perdagangan yang penting, disamping kondisi geografis Jazirah Arab pada umumnya tandus dan gersang maka aktifitas ekonomi lebih bertumpu pada sektor perdagangan, ada juga yang bertani, tetapi jumlahnya sangatlah kecil. Kafilah disepakati sebagai jaminan keamanan dalam perjalanan, karena perampokan menjadi momok yang sangat menakutkan. Meski iklim perdagangan tumbuh sangat kondusif di Mekkah, bukan berarti pemerataan ekonomi yang berkeadilan dapat terwujud di sana. Kondisi geografis yang panas ternyata turut membentuk karakter orang-orang mekkah menjadi tempramental. Fenomena ini menyulut hasrat monopoli ekonomi yang menimbulkan praktik-praktik perekonomian yang tidak etis dan sangat eksploitatif. Ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin begitu mengaga, karena itulah acap kali terjadi insiden-insiden kecil yang berujung pada pecahnya konflik sosial.

2.        Kondisi Masyarakat Arab Pasca Turunnya Al-Quran
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, Nabi segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat;
Dasar pertama, pembangunan masjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, tempat bermusyawarah dan latihan perang.
Dasar kedua, adalah Ukhuwah Islamiyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan Anshar.
Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.
Dalam bidang sosial, dia juga meletakkan dasar persamaan antar sesama manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan Konstitusi Madinah.

B.     PERISTIWA AYAT PERTAMA AL-QURAN DITURUNKAN DAN TEMPATNYA
Pendapat yang paling shahih mengenai yang pertama kali turun ialah firman Allah:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Pendapat ini didasarkan pada suatu hadits yang diriwayatkan oleh dua syaikh ahli hadits dan yang lain, dari Aisyah r.a mengenai peristiwa turunnya ayat ini di gua Hira, diawali dari mimpi Rasulullah yang melihat dalam mimpi itu keadaan terang benderang bagaikan terangnya pagi hari, kemudian dia sering menyendiri dan kemudian beberapa kali ia mendatangi gua Hira untuk beribadah beberapa malam. Lalu turunlah lima ayat ini.
Dikatakan pula, bahwa yang pertama kali turun ialah firman Allah : Yaa ayyuhal muddassiir (wahai orang yang berselimut). Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh dua syaikh ahli hadits:
Dari Abu Salamah bin Abdurrahman; dia berkata: “Aku telah bertanya kepada Jabir bin Abdullah: Yang manakah di antara Quran itu yang turun pertama kali? Dia menjawab: Yaa ayyuhal muddassir. Aku bertanya lagi: Ataukah iqra’ bismi rabbik? Dia menjawab: “Aku katakan kepadamu apa yang dikatakan Rasulullah s.a.w. kepada kami: “Sesungguhnya aku berdiam diri di gua Hira. Maka ketika habis masa diamku, aku turun lalu aku telusuri lembah. Aku lihat ke muka, ke belakang, ke kanan dan ke kiri. Lalu aku lihat ke langit, tiba-tiba aku melihat jibril yang amat menakutkan. Maka aku pulang ke Khadijah. Khadijah memerintahkan mereka untuk menyelimuti aku. Mereka pun menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan: “Wahai orang yang berselimut; bangkitlah, lalu berilah peringatan.”

Mengenai hadits Jabir ini, dapatlah dijelaskan bahwa pertanyaan itu mengenai surah yang diturunkan secara penuh. Jabir menjelaskan bahwa surah Muddassir-lah yang turun secara penuh sebelum surah Iqra’ selesai diturunkan, karena yang turun pertama sekali dari surah Iqra’ itu hanyalah permulaannya saja. Hal yang demikian ini juga diperkuat oleh hadits Abu Salamah dari Jabir yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Jabir berkata:
“Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w. ketika ia berbicara mengenai putusnya wahyu, maka katanya dalam pembicaraan itu: ‘Ketika aku berjalan, aku mendengar suara dari langit. Lalu aku angkat kepalaku, tiba-tiba aku melihat malaikat yang mendatangi aku di gua Hira itu duduk diatas kursi antara langit dan bumi, lalu aku pulang dan aku katakan: Selimuti aku! Mereka pun menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan: Yaa ayyuhal muddassir.’”

Hadits ini menunjukkan bahwa kisah tersebut lebih kemudian daripada kisah gua Hira, atau Muddassir itu adalah surah pertama yang diturukan setelah terhentinya wahyu. Jabir telah mengeluarkan yang demikian ini dengan ijtihadnya, akan tetapi riwayat Aisyah lebih mendahuluinya. Dengan demikian maka ayat Quran yang pertama kali turun secara mutlak ialah Iqra’ dan surah yang pertama diturunkan secara lengkap dan pertama diturunkan setelah terhentinya wahyu ialah Yaa ayyuhal muddassir dan untuk kenabiannya ialah Iqra’.
Dikatakan pula, bahwa yang pertama kali turun adalah surah Fatihah. Mungkin yang dimaksudkan adalah surah yang pertama kali turun secara lengkap.
Disebutkan juga bahwa yang pertama kali turun adalah Bismillaahirrahmaanirrahiim, karena basmalah ini turun mendahului setiap surah. Dalil-dalil kedua pendapat tersebut mursal. Pendapat pertama yang didukung oleh hadits Aisyah itulah pendapat yang kuat dan masyhur.
Cara menyatukan pendapat-pendapat di atas bahwa ayat yang pertama kali turun adalah Iqra’ bismirrabbik, dan ayat mengenai perintah tablig (untuk menyampaikan) yang pertama kali turun ialah Yaa ayyuhal muddassir, sedang surah yang pertama kali turun ialah Fatihah.
Juga dikatakan bahwa yang pertama kali turun mengenai kerasulan adalah Yaa ayyuhal muddassir, dan yang pertama kali turun mengenai kenabian adalah Iqra’ bismi rabbik. Hal itu disebabkan para ulama mengatakan bahwa firman Allah Iqra’ bismi rabbik itu menunjukkan kenabian Muhammad s.a.w. sebab kenabian itu adalah wahyu kepada seseorang melalui perantaraan malaikat dengan penugasan khusus. Sedang firman Allah Yaa ayyuhal muddassir; qum fa anzir itu menunjukkan kerasulannya, sebab kerasulan itu adalah wahyu kepada seseorang dengan perantaraan malaikat dengan penugasan umum.   

C.     PERISTIWA AYAT AL-QURAN TERAKHIR DITURUNKAN DAN TEMPATNYA
Dikatakan bahwa ayat terakhir yang diturunkan itu adalah ayat mengenai riba. Ini didasarkan pada hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas, yang mengatakan: ”ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat mengenai riba.” Yang dimaksudkan adalah firman Allah:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah: 278)

Dan dikatakan pula bahwa ayat Quran yang terakhir diturunkan ialah firman Allah:
(#qà)¨?$#ur $YBöqtƒ šcqãèy_öè? ÏmŠÏù n<Î) «!$# ( §NèO 4¯ûuqè? @ä. <§øÿtR $¨B ôMt6|¡Ÿ2 öNèdur Ÿw tbqãKn=ôàムÇËÑÊÈ
Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang Sempurna terhadap apa yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Baqarah: 281)

Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i dan lain-lain, dari Ibn Abbas dan Said bin Jubair: Ayat Quran terakhir turun ialah: Dan peliharalah dirimu dari azab yang terjadi pada suatu hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah...” (al-Baqarah: 281)

Juga dikatakan bahwa yang terakhir kali turun itu ayat mengenai utang; berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Sa’id bin al-Musayyab: ”Telah sampai kepadanya bahwa ayat Quran yang paling muda di ’Arsy ialah ayat mengenai utang.” yang dimaksudkan ialah ayat:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4
”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” ............ (QS. Al-Baqarah: 282)
           
Ketiga riwayat itu dapat dipadukan, yaitu bahwa ketiga ayat tersebut di atas diturunkan sekaligus seperti tertib urutannya di dalam mushaf. Ayat mengenai riba, ayat peliharalah dirimu dari azab yang terjadi pada suatu hari kemudian ayat mengenai utang, karena ayat-ayat itu masih satu kisah. Setiap perawi mengabarkan bahwa sebagian dari yang diturunkan itu sebagai yang terakhir kali. Dan itu memang benar. Dengan demikian, maka ketiga ayat itu tidak saling bertentangan.
Dikatakan pula bahwa yang terakhir kali diturunkan adalah ayat mengenai kalalah. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Barra’ bin ’Azib; dia berkata: ”ayat yang terakhir kali turun adalah:
y7tRqçFøÿtGó¡o È@è% ª!$# öNà6ÏFøÿムÎû Ï's#»n=s3ø9$# 4 È
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)[387]. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah. (An-Nisa’: 176)

[387]  kalalah ialah: seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak.


Ayat yang terakhir menurut hadis Barra’ ini adalah berhubungan dengan masalah warisan.
Pendapat lain menyatakan bahwa yang terakhir turun adalah firman Allah:
ôs)s9 öNà2uä!%y` Ñ^qßu ô`ÏiB öNà6Å¡àÿRr&
Sungguh Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, ...” (QS. At-Taubah: 128)

Dalam al-Mustadrak disebutkan, dari Ubay bin Ka’ab yang mengatakan: “ayat yang terakhir kali diturunkan: “Sungguh Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, ...” sampai akhir surah. Mungkin yang dimaksudkan adalah ayat terakhir yang diturunkan dari surah At-Taubah. Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, hadits ini memberitahukan bahwa surah ini ialah surah yang diturunkan terakhir kali, karena ayat ini mengisyaratkan wafatnya Nabi s.a.w. sebagaimana difahami oleh sebagian sahabat. Atau mungkin surah ini adalah surah yang terakhir kali diturunkan.
Dikatakan pula bahwa yang terakhir kali turun adalah surah al-Maidah. Ini didasarkan pada riwayat Tirmidzi dan Hakim, dari ‘Aisyah r.a. Tetapi menurut pendapat kami, surah itu surah yang terakhir kali turun dalam hal halal dan haram, sehinggan tak satu hukum pun yang dinasikh di dalamnya.
Juga dikatakan bahwa yang terakhir kali turun adalah firman Allah:
z>$yftFó$$sù öNßgs9 öNßgš/u ÎoTr& Iw ßìÅÊé& Ÿ@uHxå 9@ÏJ»tã Nä3YÏiB `ÏiB @x.sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& ( Nä3àÒ÷èt/ .`ÏiB <Ù÷èt/ ( t
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.”           (Ali ‘Imran : 195)

Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Mardawaih melalui Mujahid, dari Ummu Salamah; dia berkata: “Ayat yang terakhir kali turun adalah ayat ini. Hal itu disebabkan dia (Ummu Salamah) bertanya: Wahai Rasulullah, aku melihat Allah menyebutkan kaum lelaki akan tetapi tidak menyebutkan kaum perempuan. Maka turunlah ayat: “Dan janganlah kamu iri terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain.” (an-Nisa’: 32) dan turun pula: “Sesungguhnya lai-laki dan perempuan yang Muslim.”(al-Ahzab: 35). Serta ayat ini: “Maka Tuhan mereka...” Ayat ini adalah yang terakhir diturunkan yang di dalamnya tidak hanya disebutkan kaum lelaki secara khusus.
Dari riwayat itu jelaslah bahwa ayat tersebut yang terakhir turun di antara ketiga ayat di atas, dan yang terakhir yang turun dari ayat-ayat yang di dalamnya disebutkan kaum perempuan.
Ada juga dikatakan bahwa ayat yang terakhir yang turun ialah ayat:
`tBur ö@çFø)tƒ $YYÏB÷sãB #YÏdJyètGB ¼çnät!#tyfsù ÞO¨Yygy_ #V$Î#»yz $pkŽÏù |=ÅÒxîur ª!$# Ïmøn=tã ¼çmuZyès9ur £tãr&ur ¼çms9 $¹/#xtã $VJŠÏàtã ÇÒÌÈ
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisa: 93)

Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Buhkari dan yang lain dari Ibn Abbas yang mengatakan: “Ayat ini (An-Nisa: 93) adalah ayat yang terakhir di turunkan dan tidak dinasikh oleh apapun.” Ungkapan “ia tidak dinasikh oleh apapun” itu menunjukkan bahwa ayat itu ayat yang terakhir turun dalam hukum membunuh seorang mukmin dengan sengaja.”

Dari Ibn Abbas dikatakan: “Surah terakhir yang diturunkan ialah:
#sŒÎ) uä!$y_ ãóÁtR «!$# ßx÷Gxÿø9$#ur ÇÊÈ
Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (Q.S. An-Nashr: 1)

Pendapat-pendapat ini semua tidak mengandung sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., masing-masing merupakan ijtihad dan dugaan. Mungkin pula bahwa masing-masing mereka itu memberitahukan mengenai apa yang terakhir didengarnya dari Rasulullah. Atau mungkin juga masing-masing mengatakan hal itu berdasarkan apa yang terakhir diturunkan dalam hal perundang-undangan tertentu, atau dalam hal surah terakhir yang diturunkan secara lengkap seperti setiap pendapat yang telah kami kemukakan di atas. Adapun firman Allah:
ô tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ
“Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)

Ayat ini diturunkan di Arafah tahun Haji Perpisahan (Wada’). Pada lahirnya ia menunjukkan penyempurnaan kewajiban dan hukum. Telah pula disyaratkan di atas, bahwa riwayat mengenai turunnya ayat riba, ayat utang-piutang, ayat kalalah dan yang lain itu setelah ayat ketiga surah al-Maidah. Oleh karena itu para Ulama menyatakan kesempurnaan agama di dalam ayat ini.

Sumber Bacaan:
Manna’ Khalil Al-Qattan, Ilmu-Ilmu Al-Quran
Subhi Ash-Shalih, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an